Rabu, 17 Januari 2018

Analisi Unsur Latar dalam Novel Rindu


Analisis Unsur Latar dalam Novel Rindu

disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Fiksi

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Burhan Nurgiyantoro, M.Pd.

LOGO

Disusun Oleh:
Elfinda Dyana Wahyuntama  (14201244014)






PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Fiksi merupakan sebuah dunia khayal yang diciptkan oleh pengarangnya. Berbagai macam imajinasi dapat tumbuh dan berkembang. Walaupun merupakan dunia khayal, seseorang pasti terikat oleh pandangan dan pemikiran dunia nyata. Maka dari itu pasti akan dijumpai fenomena-fenomena dunia nyata yang digambarkan dalam fiksi. Misalnya saja hubungan psikologis antar tokoh, pola alur dalam runtutan peristiwa, sebab akibat, dan pola-pola lain yang ada pada dunia nyata.
Seperti yang dipaparkan oleh Altenberd dan Lewis (via Burhan Nurgiyantoro 2013:03), fiksi dapat diartikan sebagai “prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia”.
            Dalam mengkaji karya fiski, perlu memperhatikan unsur-unsur intrinsik yang terkandung. Salah satu unsur intrinsik adalah latar. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk ada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams,1999:284 via Nurgiyantoro). Stanton (1965) mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot, kedalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita : tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat, dan itu perlu pijakan, di mana, kapan, dan pada kondisi sosial-budaya masyarakat yang bagaimana (Burhan Nurgiyantoro, 2013:302). Dengan mengakaji unsur latar, pembaca mampu memahami cerita fiksi secara utuh, dengan pemahaman secara utuh tersebut, pembaca diharapkan mampu mengapresiasi karya fiksi.

B.     Tujuan
1.         Memberikan penjelasan mengenai unsur-unsur intrinsik kepada pembaca, khususnya unsur latar pada novel Rindu.
2.         Menilai sebuah karya sastra secara obyektif dengan menunjukkan bukti-bukti yang terdapat di dalam naskah karya sastra.
3.         Menumbuhkan pemahaman mengenai latar tempat dan sosial budaya yang mungkin belum banyak diketahui.













BAB II
LANDASAN TEORI


  1. LATAR SEBAGAI UNSUR FIKSI
  1. Pengertian dan Hakikat Latar
Latar atau setting disebut sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial  tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1999:284 dalam Burhan Nurgiyantoro, 2013:302).
Latar juga berperan sebagai fasilitator pada pembaca untuk berpikir kritis. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa akrab. Apabila latar yang diceritakan sebelumnya belum pernah diketahui pembaca maka pembaca pun akan mendapatkan pengetahuan dan informasi baru yang dapat menambah pengalaman hidup.

  1. Latar Fisik dan Latar Spiritual
Latar fisik (physical setting) merupakan latar tempat yang secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu dan berhubungan dengan waktu. Keadaan tempat tertentu antara lain ditandai oleh bangunan fisik, umumnya tidak sama karena didasarkan pada waktu tertentu. Penunjukkan latar fisik dalam teks fiksi dapat ditunjukkan dengan berbagai cara tergantung selera dan kreativitas pengarang.
Menurut Kenny (1966:39) latar spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik. Latar dalam fiksi tidak terbatas pada lokasi tertentu, atau sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai.

  1. Latar Netral dan Latar Fungsional
Latar netral merupakan latar yang tidak memiliki dan tidak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang dapat membedakannya dengan latar-latar lain. Dalam arti lain, latar netral memberikan deskripsi umum terhadap hal yang sejenis, misalnya desa, kota, hutan, pasar, sehingga hal tersebut berlaku di mana saja. Berbeda dengan latar netral, latar fungsional memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial budaya. Latar fungsional adalah unsur latar yang memiliki fungsi menonjol dalam kaitannya dengan cerita secara keseluruhan.

4.      Latar Tipikal
Latar tipikal adalah latar yang memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial. Deskripsi latar spiritual pada umumnya menyebabkan sebuah karya menjadi khas, spesifik, dan tipikal.

  1. UNSUR LATAR
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial budaya. Walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda-beda. Namun, pada kenyataannya ketiga unsur tersebut memiliki keterkaitan dan saling memengaruhi satu dengan yang lainnya.
  1. Latar Tempat
Latar tempat menunjukkan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan dapat berupa nama tempat tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat-tempat yang ada di dunia nyata. Tempat dengan inisial tertentu biasanya memakai huruf awal nama suatu tempat yang juga menyaran pada nama tempat tertentu. Latar tempat tanpa nama yang jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis atau sifat umum tempat-tempat tertentu. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencermikan atau tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
  1. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu dalam karya fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap dengan teliti jika dihubungkan dengan sejarah. Latar waktu harus ada kesesuaian dengan waktu peristiwa yang terjadi sehingga tidak terjadi ketidaksesuaian waktu peristiwa di dunia nyata dengan yang terjadi di dalam fiksi. Masalah waktu dalam fiksi juga sering dihubungkan dengan lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita. Oleh karena itu, latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat sebabpad kenyataannya memang saling berkaitan. Ketidaksesuaian deskripsi tempat dengan waktu juga bisa menyebabkan anakronisme, yakni ketidaksesuaian penempatan tokoh dan peristiwa terhadap waktu pada sebuah karya fiksi.
  1. Latar Sosial Budaya
Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku kehidupan sosial tersebut antara lain mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Maka ditegaskan bahwa latar sosial budaya merupakan bagian latar secara keseluruhan yang memiliki kaitan erat dengan unsur latar tempat dan waktu dalam karya fiksi.















BAB III
KAJIAN UNSUR LATAR
A.    Hasil Kajian
Novel Rindu


No


Latar

Unsur Latar
Latar Fisik
Latar Spiritual
Latar Netral
Latar Tipikal
Latar
Fungsio-nal
Latar
Tempat
Latar
Waktu
Latar
Sosial - Budaya
1
Pagi di penghujung tahun 1938










2
Pelabuhan Makassar





3
Sepuluh menit berlalu







4
Dermaga







5
Teluk Makassar





6
Pagi hari







7
Di atas kereta kuda







8
Dekat anak tangga







9
Di atas kapal






10
1 Desember 1938







11
Ruangan kecil yang disulap menjadi salon bergaya Eropa







14
Lorong kapal







15
Kabin






16
Perayaan orang Afrika dengan seruan histeris serta membakar kertas-kertas







17
Tepat pukul satu siang







18
Ruang kemudi







19
Musyawarah di masjid kapal





20
Kantin kapal







21
Hari kedua perjalanan







22
Siang hari







23
Pengajian setelah shalat shubuh






24
Masjid kapal






25
Dek kapal






26
Gerimis membungkus lautan






27
Malam hari







28
Kapten Philips mendidik semua kelasi untuk memperlakukan semua orang setara.







29
Petang







30
Rajin shalat dan mengaji






31
Pelabuhan Surabaya





32
Pukul sembilan pagi







33
Di atas trem







34
Pasar Turi





35
Ada banyak suku bangsa di sana, orang Jawa, Melayu, Batak, bercampur dengan pedagang dan pengunjung China.







36
Ruang jamuan makan malam







37
Pelabuhan Semarang






38
Sore, 8 Desember 1938







39
Rumah makan







40
Pelabuhan Lampung






41
Ruang perawatan







42
10 Desember 1938







43
Pelabuhan Bengkulu






44
Macao Po





45
Ruang penjara kapal







46
Banda Aceh






47
Samudera Hindia






48
Pelabuhan Kolombo






49
Sri Lanka





50
Pelabuhan Jeddah






B.     Pembahasan
1.    Identitas Buku

Judul                           : Rindu
Pengarang                   : Tere Liye
Penerbit                       : Penerbit Republika
Tahun                          : 2014 (cetakan kelima)
Jumlah Halaman          : 544
           
Unsur latar
1.              Latar tempat
a.       Kapal Blitar Holland, masjid kapal, dek, kabin
Di atas kapal Blitar Holland, masjid kapal, dek dan kabin merupakan latar tempat yang menjadi unsur latar fungsional, tempat yang tidak bisa digantikan dengan tempat yang lain. Penggambaran secara gamblang dan menjadi latar utama dari keseluruhan cerita. Selain itu juga sebagai latar fisik karena menunjuk pada lokasi tertentu.
Anna dan Elsa berlarian di lorong-lorong kapal.” (Rindu, 2014:20)

“Ada banyak foto di dinding kabin.” (Rindu, 2014:25)
“Anna dan Elsa, dua gadis kecil itu ikut berdiri di dek terbuka bersama orangtua dan puluhan penumpang lainnya saat kapal mulai beringsut meninggalkan pelabuhan.” (Rindu, 2014:43)

“Masjid kapal terletak di lantai atas bagian tengah kapal.” (Rindu, 2014:50)
b.      Latar Fisik
Banyak latar pada novel tersebut yang termasuk latar fisik antara lain:
1)      Pelabuhan Makassar
Pelabuhan Makassar termasuk dalam latar fisik karena secara jelas menunjuk ke lokasi tertentu yang dapat dilihat dengan nyata wujudnya. Pelabuhan Makassar juga termasuk dalam latar netral karena tidak menggambarkan sesuatu yang khas atau menonjol, hanya menggambarkan secara umum saja
Matahari baru sepenggalah naik ketika pagi itu, sebuah kapal besar merapat di Pelabuhan Makassar”(Rindu, 2014:1)
2)      Teluk Makassar
Teluk Makassar termasuk latar fisik karena secara jelas menunjuk ke lokasi tertentu yang dapat dilihat dengan nyata wujudnya. Teluk Makassar juga termasuk latar netral karena tidak menggambarkan sesuatu yang khas atau menonjol.
“Tahun-tahun itu, Teluk Makassar dalam kontrol penuh pemerintah kolonial.” (Rindu, 2014:4)

Latar fisik yang lain terdapat pada latar Pelabuhan Surabaya, Paar Turi, Pelabuhan Semarang, Pelabuhan Lampung, Pelabuhan Bengkulu, Macao Po, Pelabuhan Kolombo, Sri Lanka dan Pelabuhan Jeddah.
Selain latar tipikal, banyak latar netral yang ditampilkan dalam novel Rindu. Pelukisan latar yang tidak begitu penting namun memiliki daya dukung terhadap novel ini. Latar seperti Samudera Hindia dan Banda Aceh.
2.      Latar waktu
Penyampaian latar waktu yang merupakan sebuah perwujudan dari perjalanan alur cerita. Terdapat beberapa latar waktu seperti malam hari, pagi hari, dan siang hari.
Selain itu penunjukan tanggal juga diperlihatkan dalam novel Rindu. Penggambaran tanggal pada novel tersebut sangat runtut mulai dari berangkatnya kapal pada tanggal 1 Desember 1938, 10 Desember 1938, dan seterusnya. Pada novel ini pembaca akan dengan mudah mengaitkan latar waktu dengan latar tempat.
a.         Pagi Hari
“Pagi itu, baru lepas satu minggu hari raya Idul Fitri.” (Rindu, 2014:2)
b.         1 Desember 1938
Tepatnya tanggal 1 Desember 1938, bertepatan dengan 9 Syawal 1357 H.(Rindu, 2014:1)
3.      Latar sosial-budaya
Latar sosial-budaya terlihat dari percampuran antara banyak suku bangsa di suatu tempat dan melahirkan kebudayaan baru.
“Pagi itu, Pasar Turi ramai, pengunjung okal dengan pakaian setempat berbaur dengan orang Belanda ... ada banyak suku bangsa disana, orang Jawa, melayu, batak, bercampur dengan pedagang dan pengunjung China.” (Rindu, 2014:127)


























BAB IV
KESIMPULAN

            Latar merupakan salah satu unsur intrinsik yang tidak bisa dipisahkan dari unsur pembentuk cerita fiksi yang lain. Latar yang menjadi titik untuk menggambarkan cerita agar lebih hidup. Penggambaran yang detail juga dapat membawa imajinasi pembaca untuk masuk kedalam jalannya cerita.
            Unsur latar yang terdiri dari latar waktu, latar tempat, dan latar sosial budaya menjadi sebuah kesatuan yang saling mendukung terciptanya keutuhan cerita dan tidak dapat dipisahkan.
            Dari novel Rindu yang saya kaji, penggambaran latar sangat mendominasi pada jalannya cerita, terutama latar di atas kapal Blitar Holland yang menjadi latar utama di mana keseluruhan jalan cerita berlangsung, mulai dari kabin, dek, lorong, ruang mesin, dan lambung kapal. Penggambaran waktu juga menonjol pada novel ini, dijelaskan secara runtut dari pagi hingga malam hari dan seterusnya. Jadi novel tersebut jelas sekali menonjolkan unsur latar dari pada unsur yang lainnya dengan cara penggambaran secara detail latar yang ada.


















DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.



































Lampiran
Sinopsis novel Rindu
Novel dengan latar tahun 1938 ini bercerita tentang keberangkatan haji rakyat Nusantara menggunakan kapal Blitar Holland mulai dari Pelabuhan Makassar. Blitar Holland merupakan salah satu kapal uap kargo terbesar di zaman itu. Banyak penumpang yang berangkat diantaranya adalah Daeng Andipati bersama istri, kedua anaknya yang bernama Elsa dan Anna, serta pembantunya yang bernama Ijah. Selain itu juga ada ulama besar di Makasar yang bernama Ahmad Kareng, selanjutnya ia dipanggil Gurutta oleh seluruh penumpang kapal. Ketika sampai di pelabuhan Surabaya, Anna hilang saat membeli pakaian karena koper biru miliknya yang di angkut oleh kuli berada entah dimana. Untungnya, Ambo Uleng yang juga sedang belanja pakaian menemukan Anna dan segera membawanya ke atas kapal. Ambo Uleng adalah kelasi dapur yang juga berangkat dari Pelabuhan Makassar.
Hal yang menggembirakan terjadi karena ibu Elsa dan Anna sedang mengandung. Dapat dipastikan bahwa ibu mereka akan melahirkan di kapal karena perjalanan haji waktu itu membutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya. Adik mereka kembar laki-laki semua, sesuai dengan harapan mereka. Bonda Upe, guru mengaji di kapal yang keturunan Tionghoa memiliki kegelisahan dan rahasia. Dia takut akan terbongkar rahasia bahwa dia dulu adalah seorang cabo, wanita penghibur. Dia terpaksa menjadi cabo karena ayahnya banyak hutang dan dia direnggut paksa. Tapi kekhawatirannya dapat diatasi setelah berkonsultasi kepada Gurutta. Daeng Andipati juga memiliki pertanyaan kepada Gurutta dan semua dapat Gurutta jawab dan melegakan hati Daeng.
Mbah Kakung dan Mbah Putri adalah pasangan paling romantis yang masuk kapal saat di Pelabuhan Surabaya, tetapi di tengah perjalanan Mbah Putri sakit dan meninggal sehingga jenazahnya di tenggelamkan di lautan. Setelah melaksanakan haji, Mbah Kakung juga meninggal di tempat yang sama saat pulang dari Mekkah. Di perjalanan ada kawanan perompak yang berhasil menguasai kapal, berkat kecerdikan Ambo Uleng para perompak dapat dikalahkan.

Kisah Ambo Uleng yang pendiam akhirnya terungkap ketika dia bercerita panjang lebar kepada Gurutta. Alasan dia naik ke kapal Blitar Holland untuk menjauh dari kekasih hatinya yang akan dijodohkan dengan orang lain, itu karena orang tua kekasih hatinya adalah seorang pemilik kapal kaya sedangkan dia hanya seorang nelayan dan menjadi pengemudi kapal milik saudagar tersebut. Setiba kapal Blitar Holland di Makassar, Gurutta mengajaknya turun dan mengenalkannya pada seseorang. Ternyata, perjodohan putri pemilik kapal itu adalah dengan murid Gurutta Ahmad Karaeng, dan murid itu adalah Ambo Uleng sendiri.